Balik lagi sama aku :)
Kali ini aku posting cerita pengalaman sendiri semoga kalian suka :v Maaf ya kalo ngga baper kaliannya kurang greget soale
Penantian Lama

Pagi ini tanggal 6
Maret, hari dimana Yasa bertambah usia.Oh ya kenalin, aku Aqilah sering
dipanggil Qila.Aku diundang ke pesta ulang tahun Yasa yang diadakan di Red
Caffe. Aku dan Yasa sudah berteman lama sampai-sampai kami digosipkan
berpacaran, nyatanya hanya berteman.
Aku meminta Kak Nda mengantarku ke Red Caffe. Kak
Nda ini kakak sepupuku , yang tinggal serumah denganku. Kebetulan juga Kak Nda ada
acara dengan teman-temannya.
“Kak
Nda anterin aku ya ke Red Caffe.” pintaku.
“Kapan?”
jawab Kak Nda.
“Entar
jam 09.00 bisa ngga?”
“Bisa,
kebetulan aku ada acara juga sama temen-temen.”
Jam di dinding menunjukkan pukul 09.00. Aku dan Kak
Nda sudah siap berangkat.
“Bu,
Qila berangkat dulu ya.”
“Iya
Tan, Winda juga mau berangkat sekalian.” sambung Kak Nda.
“Iya
Qila, Winda hati-hati ya, jangan ngebut-ngebut bahaya loh, lagi rame jalannya,
ini juga hari Minggu.” perintah Ibu.
“Iya
Tante, Winda ngga ngebut-ngebut janji deh.” sambil mengangkat jari kelingking
tanda berjanji.
Pada saat perjalanan menuju Red Caffe, kami
mengalami kecelakaan di Jalan Kamandaka. Kami terjatuh dan mendapat luka-luka,
namun yang lebih parah yaitu Kak Nda karena Kak Nda lah yang ada didepan. Bersyukur
aku masih sadar sehingga aku langsung memberi kabar kepada keluarga. Aku panik
wajahku pucat, saat memberikan kabar
kepada keluargaku lewat handphone aku memegang handphone dengan tangan yang
gemetar.
Untung saja saat kami kecelakaan ada Pak Tama,
tetangga sebelah rumahku. Pak Tama membantuku dan membantu Kak Nda. Pak Tama
berusaha menenangkan aku supaya jangan panik.
“Qila,
kamu jangan panik ya, Winda ngga apa-apa kok.” ujar Pak Tama.
“Tapi
Pak...” kata-kataku terputus dan aku langsung meneteskan air mata.
“Kamu
banyak istighfar saja, dan berdoa supaya Winda segera sadar.”
“Iya
Pak Tama, terima kasih sebelumnya.”
“Iya
sama-sama Qila.”
Kak Winda dan aku langsung dilarikan ke RS Medika.
Ya, walaupun aku sadar, aku juga mendapat luka dibagian siku tangan kiri dan
lutut.
Keluarga Kak Nda dan keluargaku langsung menuju ke
RS Medika.
“Gimana
Qila kamu ngga papa?” tanya Ibuku dan langsung memelukku.
“Ngga
papa bu, cuma lecet sedikit. Tapi Kak Winda belum sadar.”
“Iya
bersyukur kamu ngga papa, kita berdoa saja supaya Winda cepet sadar.”
Saat di Red Caffe, Yasa akan melangsungkan acaranya.
Tetapi Yasa punya firasat buruk padaku. Yasa mencoba menelfonku berkali-kali,
namun aku masih merasa panik sehingga aku tidak memperdulikan handphone.
“Qila
kok ngga angkat telfonku ya?” kata Yasa lirih.
“Apa
jangan-jangan Qila knapa-napa lagi.” tambahnya.
Saat aku sudah merasa baikan, aku mengecek
handphone. Dan ternyata Yasa sudah menelfon beberapa kali. Aku menelfon balik
Yasa.
“Hallo
Yasa.”
‘Ya
hallo!” jawab Yasa dengan nada kesal.
“Maafin
aku ya ngga bisa dateng, aku tadi abis kecelakaan. Ini aja masih di RS Medika.”
aku mencoba menjelaskan pada Yasa.
“Ngga
usah banyak alasan, aku udah nungguin kamu, malah kamu ngga dateng???”
“Beneran
Yasa aku ngga boong. Maafin aku ya.”
“Bilang
aja kamu ngga mau dateng kan ke acara aku?” tanya Yasa sewot.
“Aku
tadi lagi OTW ke Red Caffe, tapi aku jatuh sama Kak Winda.”
“Ah
udah deh, males ngarepin kamu yang ngga jadi dateng!!!”
Tut tut tut ... Telfon pun terputus.
Keesokan harinya..
Aku berusaha menjelaskan pada Yasa namun hasilnya NIHIL.
Aku menceritakan semuanya pada sahabatku Reza. Reza
itu orang yang selalu setia menjadi pendengar terbaikku. Dan kali ini Reza
menawarkan bantuan kepadaku.
“Qil,
mau aku bantuin ngga?” tanya Reza.
“Bantuin
apa Za?” jawabku heran.
“Bantuin
ngejelasin semuanya ke Yasa.”
“Emang
kamu bisa?” tanyaku heran.
“Bisa
, dijamin deh.”
Reza bertemu Yasa di taman belakang sekolah. Reza
menceritakan semuanya dari awal sampai akhir. Yasa setelah mendengar penjelasan
dari Reza merasa bersalah.
“Reza,
aku merasa bersalah banget nih sama Qila.” ucap Yasa penuh penyesalan.
“Ya
emang bener si, kamu salah. Seharusnya kamu dengerin dulu penjelasan dari
Qila.” jawab Reza polos.
“Terus
gimana dong? Bantuin aku ya buat minta maaf sama Qila.”
“Gini
aja, kamu ajak Qila ke Red Caffe ,disana kamu minta maaf sama Qila. Oh ya aku
mau tanya , sebenernya kamu suka ngga sama Qila?” tanya Reza.
“Emmm...Iya
si aku suka sama Qila.”
“Ya
udah ungkapin aja. Ntar aku ajak temen sekelas ke Red Caffe, biar rame.”
“Ih
buat apa ngajakin temen sekelas?” tanya Yasa heran.
“Buat
ngebuktiin kamu gentle apa ngga,
kalau kamu gentle kamu berani buat
nembak Qila disana.”
“Okeh
setuju.” jawab Yasa sambil mengulurkan tangan.
Saat dikelas, Yasa menyapaku dan mengajakku untuk
bertemu di Red Caffe, setelah pulang sekolah.
“Hai
Qila.”
“Hai
.”
“Qila,
ntar pulang sekolah aku mau kita ketemuan di Red Caffe.” ucap Yasa.
“Bener
nih?” jawabku.
“Iya
beneran, aku tunggu loh.”
Aku berjalan sendirian tanpa ditemani Reza.
Saat tiba di Red Caffe aku terkejut dengan dekorasi
Caffe nya, karena namaku terpampang di dinding Caffe. Pada saat itu Yasa sudah
berada di depanku.
“Qila
maafin aku ya. Seharusnya aku dengerin penjelasan kamu dulu.” pinta Yasa.
“Iya
aku udah maafin kamu kok.”
“Bener
yah udah maafin aku?”
“Iya.”
jawabku sambil mengangguk.
Aku duduk dikursi yang sudah disediakan. Namun Yasa
masih berdiri tepat di depanku. Capek tau berdiri mulu.
“Aku suka sama kamu, aku cinta sama
kamu”, kata Yasa dengan singkat. Jelas. Mendarat tepat di telinga. Mengebom
hatiku. Meledaklah, duar!
Sekejap aku mengangkat pandanganku yang sedari tadi melihat ke bawah. Aku diam, menatapnya. Aku usir pandanganku ke sekitar. Aku makin diem, bahkan sekarang aku membelakkan mata.
Sekejap aku mengangkat pandanganku yang sedari tadi melihat ke bawah. Aku diam, menatapnya. Aku usir pandanganku ke sekitar. Aku makin diem, bahkan sekarang aku membelakkan mata.
“Terima aja ,Qil. Yasa suka kamu apa
adanya.” saut Reza.
“Iya terima aja.” ujar Mela salah
satu temanku.
Aku ternganga ketika melihat teman sekelasku ada di Red Caffe. Hampir semua
teman satu kelas aku, di sini. Ngeliat ini. Rasaku amburadul.
Aku ngga pernah nyangka, ternyata dia memendam ini.
Aku ngga pernah nyangka, ternyata dia memendam ini.
“Aku juga cinta sama kamu” jawabku
lirih.
Agar tak ada teman yang denger.
Ternyata hipotesaku nol. Temen-temen udah tukeran telinga sama kelelawar. Mereka semua
denger. Semua teriak, menggodaku.
“Mau ngga jadi pacarku?”
kata Yasa singkat ditengah-tengah teriakan temen-temen.
Lalu semua diam. Aku melihatnya, lebih lekat. Aku lihat ada harapan besar
di matanya.
Aku menunduk, lagi. Aku ngga tau harus berkata apa.
Aku menunduk, lagi. Aku ngga tau harus berkata apa.
“Iya, aku mau” jawabku dengan senyum
kecil untuknya.
Semua temen-temen teriak, gempar. Akhirnya aku
sama Yasa jadi pasangan kekasih. Aku bisa miliki cinta di hatiku. Aku sangat
menikmati hidup dengan cinta yang aku punya, dengan Yasa. Indah...
0 komentar:
Posting Komentar